Minggu, 16 Oktober 2011 12:55
BANGKOK (Berita SuaraMedia) - Thailand harus segera bertindak untuk
menghukum mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat
terhadap kaum Muslim di provinsi selatan, ujar Human Rights Watch,
memperingatkan bahwa kurangnya keadilan akan membuat perdamaian mustahil
untuk diwujudkan.
"Belum ada upaya serius untuk menahan para pelaku penganiayaan di
provinsi perbatasan selatan," ujar kelompok yang berbasis di New York
itu dalam pernyataannya di website.
"Perdana Menteri Thailand, Abhisit Vejjajiva, harus menunjukkan
perkembangan dalam mengadili para personel keamanan yang melakukan
pelanggaran HAM serius di provinsi perbatasan selatan."
Kelompok itu menuduh pemerintah enggan menyalahkan mereka yang
terlibat dalam pelanggaran HAM serius terhadap kaum Muslim di selatan.
Dikatakan bahwa mereka gagal menahan militan pro-pemerintah yang
terlibat dalam sebuah pembantaian di dalam Masjid Al Furquan di provinsi
Narathiwat Juni lalu di mana 10 Muslim etnis Melayu terbunuh dan 12
lainnya luka-luka.
Sebuah investigasi polisi menemukan bahwa para penembak itu berasal
dari sukarelawan paramiliter angkatan darat dan sukarelawan pertahanan
desa yang terlatih secara militer.
Namun, memerlukan waktu dua bulan bagi polisi untuk mengeluarkan
surat perintah penahanan dan pemerintah belum melakukan upaya yang
dibutuhkan untuk membawa para pelaku ke muka pengadilan.
"Kegagalan menahan dan mengadili mereka yang bertanggung jawab dalam
pembantaian di Masjid Al Furquan telah membuat janji-janji Abhisit
tentang keadilan menjadi pepesan kosong," ujar Elaine Pearson, wakil
direktur HRW untuk kawasan Asia.
"Hal ini memicu kecurigaan dari komunitas Muslim bahwa para penembak itu tidak dapat disentuh oleh hukum."
Hampir 3.900 orang telah tewas sejak kerusuhan mulai menyeruak di kawasan berpenduduk Muslim itu di tahun 2004.
Pattani, Yala, dan Narathiwat adalah satu-satunya provinsi yang
didominasi Muslim di Thailand dan merupakan kesultanan Muslim yang
independen sebelum dianeksasi secara resmi satu abad yang lalu.
HRW menggarisbawahi meluasnya ketidakpedulian tentang pelanggaran yang dilakukan terhadap kaum Muslim oleh pasukan pemerintah.
"Pemerintahan Abhisit belum membuat perkembangan dalam kasus-kasus
pelanggaran HAM serius lainnya yang melibatkan pasukan keamanan
Thailand."
Sebagai contoh, belum ada perkembangan dalam persidangan kriminal
para tentara dari Satuan Tugas 39 Angkatan Darat, yang menyiksa dan
membunuh Imam Yapa Kaseng dari Narathiwat pada tanggal 21 Maret 2008.
Di bulan Februari, Kantor Pengacara Umum memutuskan untuk tidak
mengajukan tuntutan terhadap pasukan yang terlibat dalam pembunuhan di
Masjid Krue Se tahun 2004.
Sebuah pengadilan provinsi pada tanggal 16 Agus membebaskan pasukan
keamanan dari tuduhan membunuh 78 pemrotes Muslim etnis Melayu di Tak
Bai pada tanggal 25 Oktober 2004.
"Upaya oleh kelompok-kelompok pembela HAM dan keluarga korban untuk
mencari keadilan dalam kasus-kasus lain yang tidak terlalu dipublikasi
telah menemui sejumlah hambatan," ujar HRW.
Kelompok itu menuduh pemerintah memberikan kekebalan hukum kepada para penganiaya kaum Muslim.
"Rasa frustrasi, keterpinggiran, dan marah di kalangan komunitas
Muslim etnis Melayu telah diperparah dengan penerapan Dekrit Darurat
terhadap Administrasi Pemerintah dalam Situasi Darurat 2005, yang
memberikan pasukan keamanan sebuah kekuasaan ekstensif dan kekebalan
untuk pelanggaran HAM dan tindak kriminal."
Dengan kewenangan melakukan sweeping, pasukan keamanan seringkali
menyerbu desa-desa Muslim dan menahan ratusan penduduk dengan tuduhan
membantu kelompok pemberontak di selatan.
Muslim Thai, yang membentuk lima persen dari total populasi negara
Budha ini, mengatakan bahwa diakhirinya hukum darurat militer dan
praktik kekerasan oleh militer adalah kunci bagi perdamaian. (rin/io)
http://www.suaramedia.com/berita-dunia/dunia-islam/13332-pemerintah-thailand-dituntut-selidiki-penyiksaan-muslim.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar