Rabu, 08 Februari 2012

KEUTAMAAN AL-HASAN DAN AL-HUSEIN RADHIALLAHU ‘ANHUMA, bantahan syubuhat syi’ah ke 7

Di samping mengakui istri-istri Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai ahlul bait dan keutamaan-keutamaan mereka, ahlus sunnah juga mengakui keutamaan al-Hasan bin Ali dan Al-Husein bin Ali radhiallahu ‘anhuma. Beliau berdua termasuk dari ahlul bait Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Banyak riwayat yang shahih menyatakan tentang keutamaan-keutamaan beliau radhiallahu ‘anhuma. Hal ini sangat berbeda dengan agama Syi’ah Rafidlah. Meskipun mereka mendakwakan dirinya sebagai madzhab ahlul bait, tetapi mereka hanya mengelu-elukan al-Husein, dan sebaliknya mencela dan mencerca al-Hasan.

Keutamaan Al-Hasan dan Al-Husein

Al-Hasan dan al-Husein adalah putera dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhuma, cucu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dari anak perempuan beliau, Fathimah radhiallahu ‘anha.

Mereka termasuk kalangan ahlul bait Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang memiliki keutamaan-keutamaan yang besar dan mendapatkan pujian-pujian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam . Di antaranya beliau shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أِنَّ الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ هُمَا رَيْحَتَانَتَايَ مِنَ الدُّنْيَا. (أخرجه البخاري مع الفتح 7/464، 2752؛ والترمذي وأحمد عن ابن عمر)

Sesungguhnya Al-Hasan dan Al-Husein adalah kesayanganku dari dunia. (HR. Bukhari, Tirmidzi dan Ahmad dari Ibnu Umar)

Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ سَيِّدَا شَبَابِ أَهْلِ الْجَنَّةِ. (رواه الترمذي والحاكم والطبراني وأحمد وغيرهم عن أبي سعيد ورواه أيضا عشرة فى الصحابة وصححه الألباني فى الصحيحة صلى الله عليه و سلم 422، 796)

Al-Hasan dan Al-Husein adalah sayyid (penghulu) para pemuda ahlul jannah. (HR. Tirmidzi, Hakim, Thabrani, Ahmad dan lain-lain dari Abu Sa’id Al-Khudri; Dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Silsilah Hadits ash-Shahihah, hal. 423, hadits no. 796)

Keutamaan Al-Hasan di atas keutamaan Al-Husein

Mengapa kaum Syi’ah hanya berwala kepada al-Husein dan memusuhi al-Hasan bahkan menganggapnya sebagai pengkhianat, padahal beliau justru memiliki keutamaan yang lebih dibandingkan dengan al-Husein?

Ahlus sunnah meyakini bahwa keutamaan al-Hasan di atas keutamaan al-Husein, namun keduanya adalah ahlul jannah yang memiliki banyak keutamaan. Hal ini berdasarkan riwayat-riwayat yang shahih yang menyatakan demikian. Beberapa riwayat di antaranya bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الْحَسَنُ مِنِّي وَالْحُسَيْنُ مِنْ عَلِيٍّ. (أخرجه أبو داود وأحمد والطبراني عن المقدام بن معد كرب؛ وصححه الألباني في الصحيحة صلى الله عليه و سلم 450، 811)

Al-Hasan dariku dan Al-Husein dari Ali (HR. Abu Dawud, Ahmad, Thabrani dari Miqdam Ibnu Ma’di Karib; dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Silsilah Hadits ash-Shahihah, hal. 450, hadits no. 711)

عَنِ الْبَرَّاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ رَأَيْتُ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيِّ عَلَى عَاتِقِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ يَقُوْلُ: أَللَّهُمَّ إِنِّيْ أُحِبُّهُ فَأَحِبَّهُ. (رواه البخاري مَع الفتح 7/474، 2749، ومسلم بشرح النووي 15/189 حديث رقم 6208)

Dari Barra’ bin ‘Azib, dia berkata: Aku melihat Al-Hasan bin Ali di atas pundak Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda: “Ya Allah sesungguhnya aku mencintainya, maka cintailah dia.” (HR. Bukhari dengan Fathul Bari, VII, hal. 464, hadits no. 3749 dan Muslim dengan Syarh Nawawi, jux XV, hal. 189, hadits no. 6208)

اللَّهُمَّ إِنِّي أُحِبُّهُ فَأَحِبَّهُ وَأَحِبَّ مَنْ يُحِبُّهُ. (رواه مسلم بشرح النووي 15/188 رقم 6206)

Ya Allah sesungguhnya aku mencintai dia, maka cintailah dia serta cintailah siapa yang mencintainya. (HR. Muslim dengan Syarh Nawawi, juz XV, hal. 188, hadits no. 6206)

Dan dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata:

لَمْ يَكُنْ أَحَدٌ أَشْبَهَ بِالنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم مِنَ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ. (رواه البخاري مع الفتح 7/464 رقم 2752)

Tidaklah seorang pun yang lebih mirip dengan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam daripada Al-Hasan bin Ali radhiallahu ‘anhuma. (HR. Bukhari dengan Fathul Bari, VII, hal. 464, hadits no. 3752)

Keutamaan terbesar Al-Hasan adalah apa yang dianggap khianat oleh Syi’ah

Diriwayatkan dari Al-Hasan radhiallahu ‘anhu bahwa dia mendengar Abu Bakrah berkata: “Aku mendengar Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam di atas mimbar, sedangkan Al-Hasan berada di sampingnya, beliau melihat kepada manusia sesekali dan kepadanya sesekali yang lain dan bersabda:

ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ، وَلَعَلَّ اللهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ. (رواه البخاري مع الفتح 7/462 رقم 4746)

Anakku ini adalah sayyid dan semoga Allah akan mendamaikan dengannya dua kelompok dari kalangan muslimin. (HR. Bukhari dengan Fathul Bari, VII, hal. 463, hadits no. 3746)

Dan benarlah apa yang dikatakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits di atas.

Setelah ayah beliau –Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu terbunuh, sebagian kaum muslimin membai’at beliau, tetapi bukan karena wasiat dari Ali radhiallahu ‘anhu . Syaikh Muhibbudin al-Khatib berkata bahwa diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam Musnadnya juz ke-1 hal. 130 –setelah disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu akan terbunuh mereka berkata kepadanya “Tentukanlah penggantimu bagi kami.” Beliau menjawab: “Tidak, tetapi aku tinggalkan kalian pada apa yang telah ditinggalkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam …” (Lihat Ta’liq Kitab al-‘Awashim Mi-nal Qawashim, Ibnul Arabi, ha. 198-199). Akan tetapi setelah itu Al-Hasan menyerahkan ketaatannya kepada Mu’awiyyah untuk mencegah pertumpahan darah di antara kalangan muslimin.

Kisah tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Ash-Shulh dari Imam al-Hasan al-Bashri, dia berkata: “”–Demi Allah—Al-Hasan bin Ali telah menghadap Mu’awiyah bersama beberapa kelompok pasukan berkuda ibarat gunung, maka berkatalah ‘Amr bin ‘Ash: “Sungguh aku berpendapat bahwa pasukan-pasukan tersebut tidak akan berpaling melainkan setelah membunuh pasukan yang sebanding dengannya”. Berkata kepadanya Mu’awiyah –dan dia demi Allah yang terbaik di antara dua orang—: “Wahai ‘Amr! Jika mereka saling membunuh, maka siapa yang akan memegang urusan manusia? Siapa yang akan menjaga wanita-wanita mereka? Dan siapa yang akan menguasai tanah mereka?” Maka ia mengutus kepadanya (Al-Hasan) dua orang utusan dari Quraisy dari bani ‘Abdi Syams Abdullah bin Samurah dan Abdullah bin Amir bin Kuraiz, ia berkata: “Pergilah kalian berdua kepada orang tersebut! Bujuklah dan ucapkan kepadanya serta mintalah kepadanya (perdamaian –peny.)” Maka keduanya mendatanginya, berbicara dengannya dan me mohon padanya…. Kemudian di akhir hadits, Al-Hasan radhiallahu ‘anhu meriwayatkan dari Abu Bakrah tentang hadits di atas. Kemudian beliau radhiallahu ‘anhuma menyerahkan kekuasaan kepada Mu’awiyyah radhiallahu ‘anhu untuk menghindarkan terjadinya pertumpahan darah antara kaum muslimin.

Demikianlah keutamaan Al-Hasan radhiallahu ‘anhu yang paling besar yang dipuji oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam . Beliau berhasil mempersatukan kaum muslmin, hingga tahun tersebut dikenal dengan tahun jama’ah. Kaum muslimin selamat dari pertumpahan darah antara sesamanya. Dan kekhalifahan Mu’wiyah akhirnya berlangsung dengan persatuan kaum muslimin karena Allah subhanahu wata’ala dengan sebab perngorbanan al-Hasan bin Ali radhiallahu ‘anhuma yang besar.

Namun yang mengherankan adalah sikap kaum syi’ah rafidlah –yang mengaku pencinta ahlul bait–, mereka justru menyesali kejadian ini, hingga menjuluki al-Hasan radhiallahu ‘anhuma sebagai ‘pencoreng wajah-wajah kaum mukminin’. Sebagian di antara mereka menganggapnya fasik. Bahkan sebagian yang lainnya mengkafirkan beliau radhiallahu ‘anhuma karena hal tersebut. Berkata Syaikh Muhibbudin al-Khatib mengomentari ucapan Syi’ah Rafidlah ini sebagai berikut: “Padahal termasuk dari dasar-dasar keimanan Rafidlah –bahkan dasar keimanan yang paling utama—adalah keyakinan mereka bahwa al-Hasan, ayah, saudara dan sembilan keturunan-nya adalah maksum. Dan dari konsekwensi kemaksuman mereka, tentu mereka tidak akan berbuat kesalahan. Demikian pula, segala sesuatu yang bersumber dari mereka berarti benar dan tidak akan terbatalkan. Sedangkan apa yang bersumber dari al-Hasan bin Ali radhiallahu ‘anhuma yang paling besar adalah pembai’atan terhadap amirul mukminin Mu’awiyah. Maka mestinya merekapun masuk dalam baiat ini dan beriman bahwa ini adalah hak, karena ini adalah amalan seorang yang maksum menurut mereka. (Lihat catatan kaki kitab al-Awashim minal Qawashim, hal. 197-198)

Demikianlah keculasan kaum Syi’ah Rafidlah. Mereka menyelisihi imam mereka –yang mereka anggap maksum–, menyalahkan, memfasikkan bahkan mengkafirkannya. Hal ini karena tidak sesuai dengan keinginan hawa nafsu mereka, disebabkan kebencian mereka akan terjadinya persatuan di kalangan kaum muslimin.

Terhadap masalah ini, hanya terdapat dua kemungkinan bagi mereka:

Pertama, mereka berdusta atas ucapan mereka sendiri tentang kemaksuman dua belas imam mereka, maka hancurlah agama mereka (agama itsna ‘Asyariyah).

Kedua, jika mereka meyakini kemaksuman al-Hasan, maka mereka adalah para pengkhianat yang menyelisihi imam –yang mereka anggap maksum—dengan permusuhan dan kesombongan serta pengkafiran.

Berbeda dengan ahlus sunnah –yang beriman dengan kenabian “kakek al-Hasan” shalallahu ‘alaihi wasallam — berpendapat bahwa perdamaian dan bai’at al-Hasan radhiallahu ‘anhuma kepada Mu’awiyyah radhiallahu ‘anhu adalah salah satu bukti kenabian beliau shalallahu ‘alaihi wasallam dan amal terbesar al-Hasan radhiallahu ‘anhuma serta mereka bergembira dengannya, dan mengganggap al-Hasan yang memutihkan wajah kaum muslimin.

Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed

Sumber: Buletin Manhaj Salaf Cirebon

http://haulasyiah.wordpress.com/2007/08/21/keutamaan-al-hasan-dan-al-husein-radhiallahu-anhuma-bantahan-syubuhat-syiah-ke-7/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar