Rabu, 08 Februari 2012

MELURUSKAN PEMAHAMAN TENTANG SHAHABAT MU’AWIYAH RADHIALLAHU ‘ANHU (BAG:1)

BERKATA IBNUL QOYYIM: “SEMUA ‘HADITS’ YANG MENCELANYA (MU’AWIYAH) ADALAH DUSTA”

Ketahuilah bahwa hadits-hadits yang mengandung celaan terhadap Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu bisa jadi itu shahih akan tetapi bermakna pujian (sebagaimana yang telah kami jelaskan pada edisi yang lalu) atau dha’if.

Berkata Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Majmu’ Fatawa (4/431) ketika menjawab sebuah pertanyaan: “Abu Musa Al Asy’ari, Amr bin Ash dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan adalah shahabat rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, mereka memiliki keutamaan- keutamaan dan kebaikan, apa yang sering dinukilkan tentang kejelekan mereka adalah dusta, dan yang benar dari penukilan itu, karena mereka adalah ahlul ijtihad. Maka seorang mujtahid jika benar mendapatkan dua pahala, jika salah mendapatkan satu pahala dan kelasahannya diampuni”.

Ibnul Qoyyim juga telah menyebutkan dalam kitabnya “Al-Manarul Munif” (94) bahwa tidak shahih satu haditspun yang mencela Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu.

Begitu banyak ayat-ayat dan hadits-hadits tentang keutamaan mereka para shahabat radhiallahu ‘anhum, ayat atau hadits tersebut terbagi menjadi dua:

PERTAMA: Keutamaan para shahabat radhiallahu ‘anhum secara umum, tidak diragukan lagi bahwa Mu’awiyah juga masuk kedalamnya.
Bahkan Ibnu ‘Abbas sendiri mengakui bahwa Mu’awiyah adalah shahabat nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana yang diriwayatkan Al-Bukhari dalam kitab shahihnya (3764) melalui jalan Utsman bin Aswad dari Ibnu Abi Mulaikah, dia berkata: “Mu’awiyah melakukan shalat witir satu raka’at setelah shalat isya’. Ketika itu ada maula (bekas budak) Ibnu ‘Abbas. Maka dia mendatangi Ibnu Abbas (dan melaporkan perbuatan Mu’awiyah). Ibnu ‘Abbas menjawab: “Biarkan dia, karena dia adalah shahabat rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.”.

Al-Bukhari juga meriwayatkan dalam shahihnya (3766) melalui jalan Humran bin Aban dari Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu: “Sesungguhnya kalian melakukan shalat tersebut. Sungguh kami telah menemani nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan kami tidak pernah melihat beliau melakukannya bahkan beliau melarangnya yakni shalat dua raka’at setelah shalat ashr.”

Demikian pula Imam Muslim dalam shahihnya (4037), Mu’awiyah berkata: “Ketahuilah, apa kepentingan mereka menyebutkan hadits-hadits dari rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Sungguh kami hidup bersama beliau dan menemaninya dan kami tidak pernah mendengar beliau mengatakan demikian….”

Al-Khallal dalam kitab As-Sunnah (2/432) (no.653) dari Mahna, dia berkata: “Aku bertanya kepada Ahmad bin Hanbal tentang Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Maka beliau menjawab: “Dia seorang shahabat”. Aku bertanya lagi: “dari mana dia?” “Dari Makkah tinggal di Syam”. Jawab beliau. Dan sanadnya shahih

KEDUA: Hadits-hadits dan atsar-atsar tentang keutamaan sebagian shahabat radhiallahu ‘anhum terkhusus Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu.
Telah diriwayatkan sejumlah hadits-hadits shahih demikian pula perkataan salaf tentang keutamaan Mu’awiyah, lebih rincinya Insya Allah akan kami sebutkan pada edisi-edisi mendatang.

DIRIWAYATKAN DARI ISHAQ BIN RAHAWIH RAHIMAHULLAH:
“Tidak sah satu hadits pun tentang keutamaan Mu’awiyah”.
Riwayat ini dikeluarkan Ibnul Jauzi dalam kitabnya “Al-Maudhu’at” (2/263) (832) dia berkata: telah menceritakan kepada kami Zahir bin Thahir, telah menceritakan kami Ahmad bin Husain Al-Baihaqi, memberikan hadits kepada kami Abu Abdillah Muhammad bin Abdullah Al-Hakim, dia berkata: Aku mendengar Abul ‘Abbas Muhammad bin Ya’qub bin Yusuf berkata: Aku mendengar ayahku berkata: Aku mendengar Ishaq bin Ibrahim Al-Hanzhali berkata: “Tidak sah satu hadits pun dari nabi shalallahu ‘alaihi wasallam tentang keutamaan Mu’awiyah”.

Riwayat ini juga disebutkan Suyuthi dalam kitabnya “Al-Lail Mashnu’ah” (1/388), Ibnu Arraq Al-Kinani dalam “Tanzihusy Syari’ah” (2/7), Asy-Syaukani dalam “Al-Fawaidul Majmu’ah” (407).
Kita katakan bahwa riwayat ini tidak shahih, karena di dalam sanadnya terdapat rowi yang bernama Ya’qub bin Yusuf Al-Asham ayahnya Muhammad bin Ya’qub bin Yusuf dia Majhul (tidak diketahui keadaannya). Maka jika suatu riwayat atau hadits yang didalam sanadnya terdapat rowi majhul, baik majhul ‘ain atau majhul hal haditsnya tidak dapat diterima terlebih dijadikan sebagai sandaran.

Seandainya riwayat ini shahih –walaupun jelas tidak shahih-. Maka kita katakan bahwa disana juga banyak ulama’-ulama’ besar yang menshahihkan sebagian hadits tentang keutamaan Mu’awiyah. Maka tidak boleh kita mengambil satu pendapat yang masih dibicarakan keshahihannya dan meninggalkan pendapat yang kuat baik sanad ataupun jumlah, diantara mereka adalah:
1. Imam Al-Ajuri memberikan suatu judul dalam kitabnya “Asy-Syari’ah”: Bab hadits-hadits yang diriwayatkan dari nabi shalallahu ‘alaihi wasallam tentang keutamaan-keutamaan Abu Abdirrahman Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhuma.
2. Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya “Siyar A’lam An-Nubala” menyebutkan hadits-hadits tentang keutamaan Mu’awiyah kemudian mengatakan setelahnya: “Dan hadits-hadits ini saling mendekati”.
3. Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya “Al-Bidayah wan Nihayah” mengatakan setelah menyebutkan beberapa hadits tentang keutamaan Mu’awiyah: “Dan kami cukupkan terhadap apa yang telah kami sebutkan berupa hadits-hadits shahih, hasan dan mustajadat dari hadits-hadits palsu dan munkar”.
4. Al-Hafizh Ibnu Asakir dalam kitabnya “Tarikh Dimasyq”
5. Ibnu Hajar Al-Haitsami dalam kitabnya “Tathirul Janan”.
6. dan…dan…masih banyak lagi

Seandainya kita katakan lagi bahwa semua ulama’ sepakat tidak ada satu hadits pun yang menyebutkan keutamaan Mu’awiyah. Maka kita jawab:
Pertama: ini tidak terus dijadikan alasan untuk mencela beliau radhiallahu ‘anhu.
Kedua: Para ulama sepakat bahwa Mu’awiyah masuk kedalam dalil-dalil umum tentang keutamaan para shahabat radhiallahu ‘anhum. Berbeda dengan orang-orang syi’ah dan yang sepaham dengan mereka yang menghabiskan puluhan halaman hanya untuk menjelek-jelekkan, mencela beliau radhiallahu ‘anhu, menguatkan hadits tentang kejelekannya dan mendha’ifkan hadits yang memujinya serta mengeluarkannya dari golongan shahabat nabi. Nasalullah as-salamah.

Dan telah kita ketahui bahwa semua riwayat yang menyebutkan tentang kejelekan Mu’awiyah tidak ada yang shahih, seandainya pun ada maka maknanya adalah do’a baginya, sebagaimana telah kami bahas pada edisi yang lalu. Dan juga telah kita sebutkan diatas bahwa beliau adalah shahabat nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Walillahil hamd.

Maka sekali lagi, yang dimaksud para ulama’ bahwa tidak ada satu hadits pun tentang keutamaan Mu’awiyah–jika memang shahih- adalah hadits-hadits khusus tentang beliau, adapun hadits-hadits umum demikian pula ayat Al-Qur’an maka tidak ada yang meragukkan terlebih mengingkarinya.

Sebagai contoh: Ibnu Abdil Barr, telah dinukilkan darinya –terlepas shahih atau tidak- bahwa ia termasuk ulama yang berpendapat tidak ada satu hadits pun yang shahih tentang keutamaan Mu’awiyah, bersamaan dengan itu beliau juga menukilkan kesepakatan Ahlussunnah wal Jama’ah bahwa semua shahabat radhiallahu ‘anhum adalah adil sebagaimana disebutkan dalam kitabnya “Al-Isti’ab fi Ma’rifatil Ashab” (23), beliau mengatakan:
“Dan maklum bahwa yang ingin menghukumi hadits beliau shalallahu ‘alaihi wasallam harus mengetahui nama (perowi), nasab dan ‘adalahnya (keadilan) demikian pula mengatahui keadaannya. Adapun para shahabat, kami telah mencukupkan pembahasan tentang keadaan mereka, dengan kesepakatan Ahlul Haq dari ulama’ muslimin, Ahlussunnah wal Jama’ah bawa semua shahabat adalah ‘udul (adil), maka wajib untuk mencukupkan diri mengetahui nama-nama mereka saja, dan menelusuri biografi mereka dan keadaan mereka, agar dijadikan teladan. Mereka adalah manusia terbaik yang menempuh jalannya beliau shalallahu ‘alaihi wasallam dan manusia terbaik yang mencontoh beliau shalallahu ‘alaihi wasallam.


Demikian pula Ibnul Qoyyim dalam kitabnya “Al-Manarul Munif” (94) setelah menyebutkan riwayat Ibnu Rahawih diatas, beliau mengatakan: “Aku katakan: “Maksud Ibnu Rahawih dan ulama’ yang mengatakan tidak ada satu hadits pun yang menyebutkan keutaman Mu’awiyah adalah keutamaan-keutamaan yang khusus tentang beliau adapun secara umum tentang keutamaan para shahabat dan keutamaan Quraisy (maka banyak sekali), dan Mu’awiyah masuk kedalamnya.”

Berkata Al-’Allamah Al-Mu’allimi dalam “Anwarul Kasyifah” (92): “Ini semua tidak meniadakan hadits-hadits shahih yang umum (tentang keutamaan para shahabat) termasuk didalamnya Mu’awiyah atau selainnya. Dan tidak mengharuskan bahwa setiap yang diriwayatkan tentang keutamaannya secara khusus dipastikan sebagai hadits palsu.”

Berkata Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid dalam kitabnya: “Kitabut Tahdits bima Qila la Yashihu fiihi Hadits” (hal.142): “Catatan penting: Jangan hilang darimu kata ini “yang menyebutkan keutamaannya secara khusus”. Ibnul Qoyyim telah berkata dalam kitabnya “Al-Manarul Munif” (94) tentang mu’awiyah: “Semua hadits yang mencela beliau adalah dusta”.
Maksud beliau bahwa jika memang tidak ada satu hadits pun tentang keutamaannya secara khusus maka disana terdapat riwayat-riwayat umum keutamaan para shahabat dan Mu’awiyah termasuk di dalamnya. Dan jangan dijadikan ini sebagai celaan terhadap beliau.

Inilah para shahabat nabi tanpa terkecuali, seandainya tidak ada dalil khusus yang memuji mereka, maka mereka telah masuk dalam dalil-dalil umum. Mereka bukan pendusta ataupun pengkhianat sebagaimana yang dituduhkan oleh musuh-musuh islam. Karena jika kita menuduh mereka berdusta maka secara tidak langsung juga kita telah menuduh rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai pendusta dan pengkhianat, karena rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengatakan: “Seseorang itu akan bersama agama/akhlak temannya”. Jika beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjadikan ‘para pengkhianat’ itu sebagai teman maka beliau juga pengkhianat. Na’udzubillahi min dzalik.

Kami sebutkan ini, karena akhir-akhir ini sedang ramai pembicaraan tentang shahabat rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang satu ini. berbagai celaan dan hinaan datang dari beberapa pihak yang mengaku sebagai ‘pembela ahlul bait’, baik dari golongan syi’ah atapun yang sepaham dengan mereka. Semoga apa yang kami sebutkan ini dapat membuka mata hati bagi setiap pencari kebenaran. Allahumma sallim sallim

Tak lupa pula kami jelaskan, mungkin sebagian pembaca bertanya-tanya mengapa kami tidak menyebutkan atau sangat sedikit menyebutkan keutamaan ahlul bait? Yang dengan itu kami dituduh sebagai ahlu nashab atau nawashib.
Kami katakan: Bahwa Ahlussunnah sangat cinta kepada Ahlu baitin nabi, akan tetapi kecintaan mereka didasari ilmu, tidak ada unsur ifrath atau tafrith. Kecintaan mereka kepada Ahlul bait tidak terus meniadakan kecintaan kepada para shahabat yang lainnya. Kecintaan mereka kepada Ahlul bait tidak terus membuat hadits-hadits palsu tentang mereka.
Hadits-hadits tentang keutamaan mereka bertebaran di kitab-kitab Ahlussunnah, seperti: Shahih Bukhari, Shahih Muslim dan selain keduanya.
oleh karena itu bagi siapasaja yang ingin mengetahui hakekat sebenarnya aqidah ahlussunnah tentang Ahlul bait bisa membuka kitab-kitab tersebut. Dan kami lebih memfokuskan diri untuk memuat artikel-artikel tentang shahabat atau para ulama’ yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan kekurangannya. Wallahu ‘alam

PENUTUP
Kita tutup tulisan ini dengan perkataan Imam Al-Barbahari dalam kitabnya “Syarhus Sunnah” (106)
“JIKA ENGKAU MENDENGAR SESEORANG MENCELA ATSAR ATAU MENOLAK ATSAR, ATAU MENGINGINKAN SELAIN ATSAR. MAKA RAGUKANLAH KEISLAMANNYA, DAN JANGAN KAMU RAGU KALAU DIA PENGIKUT HAWA NAFSU, AHLUL BID’AH”.

http://haulasyiah.wordpress.com/2008/03/27/meluruskan-pemahaman-tentang-shahabat-muawiyah-radhiallahu-anhu-bag1/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar