Rabu, 08 Februari 2012

AHLUL BAIT BAGAIKAN PINTU PENGAMPUNAN?

Bismillahirrahmanirrahim

إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً

“Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahdzab:33)

Para pembaca rahimakumullah

Diantara prinsip dasar Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah wajib mencintai Ahlul bait nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, cinta diatas bimbingan islam yang benar, tidak dicampuri unsur berlebihan atau permusuhan. Inilah prinsip yang diajarkan oleh junjungan nabi besar kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan, beliau menjadikan kecintaan terhadap Ahlul bait sebagai tanda keimanan dan mengancam siapa saja yang membenci mereka, sebagaimana yang beliau nyatakan ketika menjelaskan tentang pribadi Imam Ali radhiallahu ‘anhu, “Tidaklah mencintainya melainkan ia seorang mukmin dan tidaklah membencinya melainkan ia seorang munafik.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam kitabnya Al-’Aqidah Al-Wasithiyyah, ketika menjelaskan kedudukan Ahlul bait disisi Ahlus Sunnah wal jama’ah, beliau berkata,

“Bab Manzilatu Ahlil baitin Nabawi ‘inda Ahlis Sunnah wal jama’ah (bab: kedudukan Ahlul bait nabi disisi Ahlus Sunnah wal jama’ah)

“Mereka (Ahlus Sunnah) sangat mencintai Ahlul bait rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, menjadikan mereka wali dan selalu menjaga wasiat rasulullah (yang beliau sampaikan) pada hari Ghadir Khum, ‘Aku ingatkan kalian akan hak-hak ahlul bait-ku yang Allah wajibkan untuk kalian tunaikan’.” Kemudian Syaikhul Islam menyebutkan beberapa dalil keutamaan ahlul bait.

Setelah itu beliau langsung menyambungnya dengan:

“Bab Tabaru’u Ahlis Sunnah wal Jama’ah mima yaquluhu ahlul bida’i wadh dhalali fi haqqi ash-shahabati wa aalil bait (bab: Ahlus Sunnah wal Jama’ah berlepas diri dari sikap ahlul bid’ah dan pengikut hawa nafsu berkaitan tentang shahabat dan ahlul bait)

“Mereka (Ahlus Sunnah) berlepas diri dari jalannya Rafidhah yang murka kepada para shahabat dan membenci mereka, serta (berlepas diri) dari jalannya kaum nawashib yang menyakiti ahlul bait dengan ucapan dan perbuatan”. (Al-’Aqidah Al-Wasithiyyah, hal.52-53 cet. Mu’assasah Ar-Risalah 2002 M).

Oleh karena itu, kita dapati ulama’ Ahlus Sunnah wal jama’ah dari dahulu sampai sekarang selalu berlomba-lomba menulis tentang keutamaan Ahlul bait sebagaimana mereka juga berlomba-lomba menulis bantahan terhadap kelompok yang berlebihan dan memusuhi mereka. Semua ini mereka lakukan karena menjalankan wasiat nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam diatas.

Bagi siapa saja yang ingin mengetahui lebih banyak lagi hadits-hadits keutamaan Ahlul bait bisa langsung membuka kitab-kitab hadits ulama’ Ahlus Sunnah wal Jama’ah, seperti: Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Shahih Ibnu Hibban, Sunan Abu Daud, Sunan Tirmidzi, Sunan Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad, dan kitab-kitab hadits lainnya.

Sikap yang salah terhadap Ahlul bait

Ada dua kelompok manusia yang salah dalam menyikapi Ahlul bait nabi shalallahu ‘alaihi wasallam,

Pertama: Syi’ah Rafidhah.

Mereka adalah kelompok yang “cinta” Ahlul bait nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Tapi sayang, kecintaan mereka ternyata tidak didasari bimbingan islam yang benar, sehingga menjerumuskan mereka kejurang kesesatan yang terjal. Mereka sangat berlebihan dalam mencintai Ahlul bait. sampai-sampai, memiliki keyakinan-keyakinan sesat dan kufur.

Kita dapat saksikan ini semua melalui panggung sejarah, bagaimana mereka dahulu berlebihan terhadap Imam Ali sampai kederajat menuhankannya. Keyakinan ini tidak lain muncul dari sikap berlebihan terhadap Ahlul bait. Sikap rafidhah yang salah ini menyebabkan mereka harus rela mati dibakar oleh seorang yang dituhankannya sendiri (yakni, Ali).

Keyakinan yang tak kalah ngerihnya juga bisa kita saksikan pada masa kita ini. Al-Khumaini, gembong syi’ah Iran yang sangat diagungkan oleh para penghamba hawa nafsu, ternyata juga mewarisi keyakinan-keyakinan nyeleneh leluhurnya, Abdullah bin Saba’ Al-Yahudi, diantara keyakinan kufurnya adalah,

- Sesungguhnya keadaan masyarakat Iran sekarang lebih afdhal (utama) dari masyarakat Hijaz (Makkah dan Madinah) pada masa nabi shalallahu ‘alaihi wasallam.

- Seandainya Ali muncul sebelum nabi pasti dialah yang akan menyampaikan syari’at ini dan pasti menjadi nabi dan rasul.

- Bahwa nabi shalallahu ‘alaihi wasallam tidak diberi taufik dalam dakwahnya

- Meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri (ketika shalat) membatalkan shalat, dan diperbolehkan melakukannya ketika taqiyyah.

- Tidak seorangpun yang dapat sampai ke martabat (kedudukan) para imam (imam-imam syi’ah), tidak rasul yang diutus atau malaikat yang dekat (dengan Allah).

- Bahwa catatan amal perbuatan hamba diperlihatkan kepada Mahdi Syi’ah.

- Sesungguhnya kami (kata Khumaini) memiliki kedudukan disisi Allah yang tidak dicapai Malaikat yang dekat atau nabi yang diutus.

- Dan keyakinan-keyakinan kufur lainnya.

Para pembaca rahimakumullah, seandainya Khumaini ini hidup dijaman Imam Ali, pasti ia akan bernasib sama seperti Abdullah bin Saba’ dan kawan-kawannya.

Demikian ngerihnya sikap berlebihan jika telah merasuk ke tubuh seorang hamba, maka sangat pantaslah jika Allah memperingatkan kita dari sikap berlebihan ini:

“Janganlah berlebihan dalam agama kalian, dan janganlah kalian berbicara tentang Allah (dan agamanya) kecuali kebenaran (dengan bimbingan Allah dan rasul-Nya).” (QS. An-Nisa’:171)

“Janganlah berlebihan dalam agama kalian tanpa kebenaran, dan jangan kalian ikuti hawa nafsu suatu kaum yang telah sesat sebelumnya dan menyesatkan banyak orang sehingga mereka juga sesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al-Maidah:77)

Demikian pula nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, juga memperingatkan kita dari bahaya sikap berlebihan, “Hati-hatilah kalian dari sikap berlebihan, karena sikap berlebihan telah membinasakan umat sebelum kalian.”

semoga Allah melindungi kita semua dari sikap berlebihan yang membinasakan ini

Kedua: Kaum Nawashib.

yaitu kelompok yang memusuhi Ahlul bait nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, mereka adalah Khawarij. Kelompok yang kedua ini sangat berlawanan dengan kelompok yang pertama, kalau yang pertama ekstrim kanan, adapun yang ini ekstrim kiri. Dikarenakan demikian dahsyatnya permusuhunan khawarij terhadap Ahlul bait, sampai-sampai mereka berani membunuh Imam Ali radhiallahu ‘anhu. Na’udzu billahi min hatainil firqatain.

Sikap yang Benar Terhadap Ahlul bait

Memulian Ahlul bait yang benar tentu yang sesuai dengan bimbingan islam yang murni, tidak ada unsur berlebihan padanya atau permusuhan. Itulah kecintaan yang diperintahkan Allah dan rasul-Nya.

Diantara bentuk memuliakan Ahlul bait yang benar adalah membersihkan mereka dari segala perkara yang tidak pernah disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits nabi. Ini merupakan realisasi dari firman Allah subhanahu wata’ala:

“Dan membersihkan kamu sebersih bersihnya.” (QS. Al-Ahdzab:33)

makna “membersihkan” dalam ayat diatas mencakup membersihkan dari tuduhan-tuduhan jelek atau pujian yang dibuat-buat yang tidak ada sumbernya dari Al-qur’an dan petunjuk nabi.

Maka dari sini kita tahu, bahwa mengoleksi atau membuat hadits-hadits lemah tentang Ahlul bait walaupun itu sifatnya pujian pada hakekatnya adalah penghinaan terhadap Ahlul bait itu sendiri, dan bertentangan dengan ayat diatas serta mendapat ancaman dari nabi plus dia telah berlebihan dalam memuliakan Ahlul bait. Jadi, orang-orang yang selalu menampilkan hadits lemah tentang Ahlul bait akan memborong minimalnya empat sifat jelek.
menghina Ahlul bait (karena mensifati mereka dengan hadits palsu).
menentang ayat (Allah membersihkan Ahlul bait, mereka justru mengotorinya dengan hadits palsu).
mendapatkan ancaman nabi, rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang berdusta atas namaku (membuat hadits palsu) maka hendaklah dia mempersiapkan tempat duduknya dari api neraka.” Termasuk juga yang menyebarkan hadits palsu.
Telah bersikap berlebihan terhadap Ahlul bait.

Hadits-hadits palsu tentang Ahlul bait

Banyak sekali hadits-hadits palsu seputar Ahlul bait yang diproduksi oleh Abdullah bin Saba’ dan anak keturunannya, yang sebagiannya telah kami sebutkan. Tujuan mereka adalah agar kaum muslimin terjatuh ke dalam sikap berlebihan terhadap Ahlul bait nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Sampai hari ini, sifat hobi membuat dan menyebarkan hadits lemah dan palsu ini terus diwarisi oleh anak keturunan Abdullah bin Saba’, diantara yang sangat gencar melakukannya adalah seorang yang mengenalkan dirinya dengan nama Ibnu Jakfari, Zainal Abidin, dan selain keduanya.



Sebagai contoh, anda bisa membuka blog pribadi milik Ibnu Jakfari:

http://jakfari.wordpress.com/2007/11/08/ahlulbait-as-bagaikan-pintu-penganpunan/

Dalam tulisannya itu, ia menyebutkan sebuah hadits lemah yang diriwayatkan Imam Thabarani dari shahabat mulia Abu Sa’id Al-Khudri, rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَاِنَّمَا مَثَلُ اَهْلِ بَيْتِيْ فِيْكُمْ مَثَلُ بَابِ حِطَّةٍ فِيْ بَنِيْ اِسْرَائِيْلَ مَنْ دَخَلَهُ غُفِرَ لَهُ

“Permisalahan ahlul baitku bagaikan babu hiththah (pintu pengampunan) bagi bani Israil. Siapa saja yang memasukinya pasti akan diampuni dosanya.”

Hadits ini diriwayatkan Thabarani dalam kitabnya Al-Mu’jamul Ausath dan Al-Mu’jamu Ash-Shaghir dari shahabat yang mulia Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu anhu, lafadz selengkapnya adalah sebagai berikut:

حدثنا محمد بن عبد العزيز بن محمد بن ربيعة الكلابي أبو مليل الكوفي ، حدثنا أبي ، حدثنا عبد الرحمن بن أبي حماد المقرئ ، عن أبي سلمة الصائغ ، عن عطية ، عن أبي سعيد الخدري ، سمعت رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم يقول : ))إنما مثل أهل بيتي كمثل سفينة نوح من ركبها نجا ومن تخلف عنها غرق ، وإنما مثل أهل بيتي مثل باب حطة في بني إسرائيل من دخله غفر له(( لم يروه عن أبي سلمة إلا ابن أبي حماد ، تفرد به عبد العزيز بن محمد.

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin Rabi’ah Al-Kilabi Abu Malil Al-Kufi katanya, telah menceritakan kepada kami Ayahku (yakni ayah Muhammad) katanya, telah menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Abi Hammad Al-Muqri’ dari Abu Salamah Ash-Shaigh dari Athiyyah

dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu anhu, beliau berkata:

“Aku mendengar rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Permisalan Ahlul baitku bagaikan perahu nabi Nuh. Siapa saja yang menaikinya akan selamat dan siapa yang tertinggal akan tenggelam. Dan Permisalahan ahlul baitku bagaikan babu hiththah (pintu pengampunan) bagi bani Israil. Siapa saja yang memasukinya akan diampuni dosanya.’.”



Hadits diatas dilemahkan sendiri oleh Imam Thabarani selaku periwayat hadits, setelah menyebutkan hadits diatas, beliau berkomentar,

لم يروه عن أبي سلمة إلا ابن أبي حماد ، تفرد به عبد العزيز بن محمد بن ربيعة

“Tidak ada yang meriwayatkan dari Abu Salamah kecuali Ibnu Abi Hammad. (bersamaan itu) ‘Abdul ‘Aziz bin Muhamad bin Rabi’ah meriwayatkan sendirian (tidak ada yang menemaninya).”

Istilah seperti ini biasa digunakan oleh ahli ilmu mushtholah hadits untuk mendha’ifkan hadits (lit thadh’if).

Jadi hadits diatas sesuai yang disebutkan Imam Thabarani memiliki dua penyakit kronis, pertama pada rowi yang bernama Ibnu Abi Hammad, yang kedua Abdul Aziz bin Muhammad bin Rabi’ah.

Selain penyakit yang disebutkan Imam Thabarani diatas, masih ada lagi satu penyakit yang juga berbahaya, yaitu Athiyyah guru dari Salamah Ash-Shaigh, ia adalah Al-‘Aufi seorang perowi yang lemah.

Kalau saja Imam Thabarani selaku periwayat hadits telah menganggapnya lemah, untuk apalagi kita bersusah payah membelanya, karena menurut kaedah ilmu hadits: “Perowi itu lebih tahu terhadap hadits yang ia riwayatkan”. Selama tidak ada sanad lain yang menguatkan jalur diatas maka hadits itu tetap lemah dan tidak boleh dijadikan sandaran beramal.

Untuk lebih meyakinkan lemahnya hadits diatas, mari kita simak kesimpulan dari seorang pakar hadits, Ibnu Hajar Al-Haitsami rahimahullah:

“Diriwayatkan Thabarani dalam Ash-Shaghir dan Al-Ausath, pada sanadnya terdapat beberapa rawi yang tidak aku ketahui.”

Pernyataan beliau, “terdapat beberapa rawi yang tidak aku ketahui” Menunjukkan bahwa sanadnya benar-benar lemah tidak dapat dijadikan hujjah. Kalau saja seorang Al-Haitsami, yang merupakan pakar hadits mengatakan demikian, bagaimana dengan kita??! Dimana kadar ilmu kita di bandingkan ilmu mereka?? Masihkah anda, wahai Ibnu Jakfari berkeras menshahihkannya??!!!!! Perlu anda ketahui, bahwa Ahlul bait tidak membutuhkan hadits-hadits lemah seperti ini!!

Para pembaca rahimakumullah

Seandainya pun hadits ini shahih, maka maknanya tidak dapat dipahami. Apa yang dimaksud dengan pintu pengampunan?? Bukankah pintu pengampunan Allah hanya akan diraih dengan taubat dan amal shalih?! Kalau yang dimaksud bahwa seorang akan mendapatkan pengampunan jika mengikuti ahlul bait secara mutlak, ini tidaklah benar, karena kita saksikan sekarang banyak orang mengaku ahlul bait justru menyeru manusia kepada kesyirikan, kebid’ahan dan kemaksiatan. Wal-’iyadzu billahi

Semoga bermanfaat…….. walhamdulillah rabbil ‘alamin

http://haulasyiah.wordpress.com/2008/11/20/ahlul-bait-bagaikan-pintu-pengampunan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar