Rabu, 08 Februari 2012

Akar Kesesatan (2)

Akar Kesesatan Kedua : PELECEHAN TERHADAP PARA ‘ULAMA

Termasuk ciri khas orang-orang Khawarij dan salah satu sumber kesesatan sejumlah kelompok yang pernah tercatat dalam sejarah Al-Firaq adalah melecehkan para ulama dan menganggap diri-diri mereka lebih tinggi dari para ulama. Karena itu tidak pernah tercatat dalam sejarah terdapat seorang ulama dalam pengertian hakiki di kalangan Khawarij. Awal kali mereka keluar dan memberontak terhadap penguasa adalah di masa ‘Ustman bin ‘Affân radhiyallâhu ‘anhu kemudian di masa ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallâhu ‘anhu, dan tidak ada seorang shahabat pun yang tergabung dalam barisan Khawarij. Demikian pula kelompok-kelompok sesat yang lainnya, mereka menganggap bahwa diri mereka telah memadai untuk membuat kesimpulan-kesimpulan tersendiri dalam berbagai masalah agama tanpa memperhatikan para ulama yang telah mendahului mereka.

Dan sungguh suatu musibah pada diri Imam Samudra tatkala akhlak dan metode jelek ini terdapat dalam tulisannya. Berikut ini beberapa ucapannya,

Penulis berkata, “Konyolnya, ada ulama dari kalangan kaum muslimin yang termakan celotehan vampire-vampire tersebut sehingga dengan seenaknya berfatwa, “Apapun alasannya, Islam mengutuk tindakan tersebut. Islam tidak membenarkan memerangi warga sipil dari bangsa dan agama apapun!”

Ucapan senada terdengar juga ketika terjadi operasi jihad WTC dan Pentagon pada 11 September 2001. Lalu para ulama yang tidak pernah mengangkat senjata dan tak pernah berjihad itu, yang kehidupan mereka dipenuhi dengan suasana comfortable, segera menjilat penjajah Amerika dan mencari muka sambil ketakutan dituduh sebagai ‘teroris’ dengan mengeluarkan ‘fatwa’ agar kaum muslimin mendonor darah bagi korban tragedi WTC dan Pentagon, sekalipun korbannya jelas-jelas bangsa kafir penjajah. Hal tersebut tidak jauh beda dengan kondisi pada 12 Oktober 2002.

Yang paling ironis, menjengkelkan dan menjijikkan bahwa ‘ulama-ulama’ itu tidak berbuat hal-hal yang sama tatkala ratusan ribu umat Islam dibantai oleh Amerika dan sekutunya. Tidak ada sepatah kritik pun yang keluar dari mulut mereka demi menghentikan kebiadaban kafir Amerika dan sekutunya, apalagi ‘fatwa’ untuk mendonor darah. Mata dan telinga mereka sesungguhnya melihat dan mendengar tragedi menyayat hati yang diderita umat Islam itu, tetapi bibir mereka bungkam sejuta bahasa. Hati mereka terbalik sudah, lebih takut kepada manusia bernama kafir Amerika dan sekutunya ketimbang takut kepada Allah dan membela saudara mereka seiman dan seakidah.” [1]

Tanggapan

Ucapannya di atas, terkadung padanya celaan umum kepada para ulama. Tidakkah seharusnya ia membuktikan secara terperinci siapa dari ulama Ahlus Sunnah yang memberi fatwa untuk mendonorkan darah bagi korban WTC.

Dan kami sangat memahami bahwa sebenarnya arah pembicaraannya ditujukan kepada orang-orang tertentu. Silahkan baca ucapannya pada hal. 186. Ia berkata, “Pasca kejadian istisyhad WTC, dunia terperangah. Animo masyarakat dunia untuk mempelajari Islam kian meningkat. Bahkan bilangan pemeluk Islam dunia terus bertambah. Ini sangat menakjubkan, mengejutkan kaum kafir, bahkan mengejutkan orang Islam sendiri.[2] Betapa tidak? Amerika dan Sekutunya mengutuk kejadian itu. Mereka dengan sengaja mencoreng-coreng wajah Islam. Tak sedikit pula para ulama munafik dan qô’idîn (hanya duduk-duduk; tidak berjihad) yang ikut mengutuk bahkan turut berduka cita atas kejadian itu. Bahkan Yusuf Qardhawi tanpa merasa berdosa dan malu menyeru agar masyarakat muslimin dunia mendonor darah untuk korban WTC. Naifnya, beliau tidak melakukan hal yang sama untuk korban sipil Afghanistan yang terdiri dari lelaki tua, lemah, wanita muslimah, bayi-bayi tak berdosa, yang mengerang akibat pembantaian yang dilakukan kafir Salibis Amerika dan sekutunya.” [3]

Kalau memang ucapan itu muncul dari Yusuf Qardhawi, tidak perlu heran dan merasa aneh, sebab ia memiliki ucapan-ucapan yang lebih mengerikan dari itu[4]. Namun sikap merasa tinggi dan kebiasaan melecehkan orang-orang yang berilmu lebih mendominasi pada dirinya sehingga dia memuntahkan celaan global yang bisa di arahkan kepada siapa saja dari para ulama yang menerangkan kerusakan dan haramnya aksi-aksi terorisme yang ditekuni oleh penulis dan orang semisal dengannya.

Dan penulis berkata,

“Fahd bin Abdul Aziz, sang raja dinasti Su’udiyah, mengikuti jejak langkah Mustafa Kamal At-Taturk dan Abu Righal (penunjuk jalan raja Abrahah saat menyerang Ka’bah). Ia dan gerombolan pembisiknya mengelabui Dewan Fatwa Saudi Arabia yang -dengan segala hormat- kurang mengerti trik-trik politik. Menyikapi peperangan yang dilakukan oleh Amerika dan gerombolan monsternya, Dewan Fatwa Saudi yang ketika itu diketuai oleh Syaikh Bin Baz rahimahullâh, segera mengeluarkan fatwa justifikasi tentang bolehnya menggunakan Drakula Amerika dan monster sekutunya sebagai penjaga keamanan Baitullah dan sekitarnya….” [5]

Tanggapan

Ucapan di atas termasuk pensifatan yang sangat jelek terhadap para ulama. Kalau para ulama kita seperti itu keadaannya maka siapa lagi yang terpercaya di tengah umat ini. Apakah sedemikian tercelanya mereka sehingga hukum-hukum syar’iy bisa diatur oleh pihak-pihak tertentu. Semoga Allah melindungi kita semua dari orang-orang yang berbicara tanpa ilmu dan hanya mengikuti hawa nafsunya.

Kemudian ucapannya bahwa para ulama kita “kurang mengerti trik-trik politik” ini adalah suatu kesalahan besar yang lain, mirip dengan gaya orang-orang yang ingin memisahkan agama dari politik dan pengekor kesesatan yang meneriakkan bahwa para ulama tidak mengerti realita. Hendaknya diketahui bahwa para ulamalah yang paling memahami politik yang syar’iy dan penerapannya yang terbaik untuk manusia, sekaligus mereka sangat mengerti politik yang rusak lagi bertentangan dengan nilai-nilai syari’at. Politik syar’iy adalah hal-hal yang mengarahkan manusia kepada kebaikan dan kemashlahatannya.

Dan perlu diketahui oleh para pembaca, bahwa ucapan penulis di atas tidaklah berasal dari kantongnya sendiri, melainkan buah dari membanggakan tokoh-tokoh sesat yang sengaja menjauhkan umat dari ulamanya dan membaca buku-buku mereka yang penuh dengan racun ganas nan membinasakan.

Kemudian bukankah penulis tidak pernah berjumpa dengan ulama-ulama tersebut dan tidak menekuni karya-karya mereka yang tersebar di seluruh penjuru dunia?

Tahukah penulis bagaimana jihad para ulama tersebut yang sangat besar dalam mengarahkan kaum muslimin pada kebaikan dan menjauhkan mereka dari hal-hal yang membahayakan agama dan dunia mereka?

Pernahkan penulis membaca, mendengar atau melihat bantahan-bantahan mereka yang penuh dengan ilmu dan hikmah terhadap berbagai bentuk pemikiran, tulisan dan ucapan yang membahayakan umat, baik itu berkaitan dengan politik, pemerintahan, kenegaraan, kemasyarakat, ritual ibadah dan sebagainya?

Hendaknya penulis dan orang-orang yang semisal dengannya bertakwa kepada Allah dan menahan lisannya dari menikam dan melecehkan lentera dan cahaya umat, yang merupakan pewaris para nabi. Dan hendaknya diketahui bahwa melecehkan ulama adalah kebinasaan terhadap mereka sendiri, sebab “Daging para ulama itu beracun” siapa yang memakannya akan binasa dan “Kebiasaan Allah menghinakan para penoda kehormatan mereka adalah suatu hal yang telah dimaklumi”[6]. Dan orang-orang yang melontorkan kalimat-kalimat celaan kepada ulama dikhawatirkan akan tertimpa kemunafikan.

Adapun masalah menggunakan bantuan orang-orang kafir, akan datang uraian masalah ini dalam bab Ketika Gajah Menjadi Kipas.

Dan penulis berkata,

“Pada saat mana juga ulama-ulama kian asyik tenggelam dalam tumpukan kitab-kitab dan gema pengeras suara. Mereka tidak lagi peduli dengan penodaan, penistaan, dan penjajahan terhadap kiblat dan tanah suci mereka. Dengan takdir Allah, lahirlah segelintir mujahid yang benar-benar sadar dan mengerti apa yang harus mereka perbuat.” [7]

Tanggapan

Dan pernyataan di atas termasuk dari kamus kedustaan yang dituduhkan kepada para ulama Ahlus Sunnah, dan menunjukkan rendahnya para ulama di mata orang yang mengucapkan kalimat tersebut.

Dan pensifatannya terhadap para ulama bahwa “Mereka tidak lagi peduli dengan penodaan, penistaan, dan penjajahan terhadap kiblat dan tanah suci mereka” dan juga ucapannya yang telah lalu, “Dewan Fatwa Saudi yang ketika itu diketuai oleh Syaikh Bin Baz rahimahullâh, segera mengeluarkan fatwa justifikasi tentang bolehnya menggunakan Drakula Amerika dan monster sekutunya sebagai penjaga keamanan Baitullah dan sekitarnya” akan datang tanggapan terhadapnya pada tempatnya.

Setelah melecehkan para ulama, maka penulis menyatakan maksud sebenarnya dari pelecehan itu, yaitu untuk mengangkat dan membanggakan diri-diri mereka dengan suatu angan-angan yang tidak dibenarkan oleh syari’at dan akal sehat. Perhatikan ucapannya, “Dengan takdir Allah, lahirlah segelintir mujahid yang benar-benar sadar dan mengerti apa yang harus mereka perbuat.”

Dan perhatikan juga ucapannya, “Dari sini, tibalah saatnya aku dan segelintir kaum muslimin terpanggil untuk berjihad melawan bangsa teroris. Bangsa yang memimpin bangsa-bangsa kafir lainnya untuk menodai dua tanah suci. Bangsa yang telah memulai peperangan terhadap kaum muslimin.” [8]

Dan simak pula penjelesannya, “Maka bom Bali adalah salah satu bentuk jawaban yang dilakukan oleh segelintir kaum muslimin yang sadar dan mengerti akan arti sebuah pembelaan dan harga diri kaum muslimin. Bom Bali adalah satu di antara perlawanan yang ditujukan terhadap penjajah Amerika dan sekutunya. Bom Bali adalah salah satu jihad yang harus dilakukan, sekalipun oleh segelintir kaum muslimin.” [9]



[1] Aku Melawan Teroris hal. 110-111.


[2] Akan kami terangkan tentang hayalannya ini pada pembahasan Ketika Gajah Menjadi Kipas yang akan datang.


[3] Aku Melawan Teroris hal. 186.


[4] Bisa dibaca dalam buku Raf’ul Litsâm ‘An Mukhâlafah Al-Qaradhâwy ‘An Syarî’ah Al-Islâm Karya Ahmad bin Muhammad bin Manshûr Al-‘Udainy. Telah dicetak dalam bahasa Indonesia dengan judul “Membngkar Kedok Al-Qaradhawi”.


[5] Aku Melawan Teroris hal. 92.


[6] Dari ucapan Ibnu ‘Asâkir dalam Tabyîn Kadzib Al-Mufrarî 1/29 dan Ibnu Nâshiruddin Ad-Damsyqy sebagaimana dalam Ar-Radd Al-Wâfir hal. 284.


[7] Aku Melawan Teroris hal. 93.


[8] Aku Melawan Teroris hal. 100.


[9] Aku Melawan Teroris hal. 114-115.

http://jihadbukankenistaan.com/bantahan-buku-aku-melawan-teroris/akar-kesesatan-2.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar